Ujian Tuhan adalah sesuatu yang harus kita selesaikan. Dan Tuhanlah yang akan memampukan hambanya yang sungguh sungguh dalam menyelesaikan ujian. Saya memilih untuk tak menyerah dan menyelesaikan ujian ini semampu saya, Bismillahhirrahmanirrahiim... Innalaha ma ana...
|
Ilustrasi gambar teknis laparoskopi kandungan, credit:www.singhealth.com.sg
|
Sepulang dari konsultasi dengan dr. T membuat saya down, namun ada perasaan lega karena tahu problem apa yang membuat saya sulit memiliki keturunan. Rasa takut dan khawatir terus menghantui, efeknya saya jadi susah tidur, stress, dan gampang marah ke suami. Canggihnya teknologi informasi justru menjadi penambah kecemasan, bagaimana tidak gara gara sering browsing tentang LOD nyali jadi tambah ciut, apa iya saya harus melakukannya. Ya Allah kuatkan saya. Hari-hari hanya saya isi dengan mencari informasi PCOS, laparoscopy dan seputar LOD. Parahnya semakin banyak tahu, semakin susah tidur, semakin cemas dan semakin menjadi pikiran.
Mencoba mencari second opinion kemana-mana, mulai dari family dan teman yang kebetulan dokter dan bergelut di dunia medis. Mereka memberikan suntikan semangat tersendiri untuk saya, sehingga mantap mengambil keputusan "oke, saya harus LOD". Sampai disini sebenarnya rasa cemas dan susah tidur belum jua hilang. Bahkan pernah beberapa hari sampai jam 3 pagi baru menutup si lepi.
Setelah menghubungi asisten dr. T beberapa kali, jadwal LOD pun ditentukan, tanggal 5 November 2015 pagi jam 5.30. Saya diinformasikan asisten dr. T untuk mulai check in tanggal 4 Nopember 2015 pukul 18.00 WIB, membawa baju ganti 2 pieces saja, dan juga pembalut, hanya itu karena LOD sendiri adalah penanganan medis one day care..DONE...Putuskan dan lakukan...
Saya memilih untuk tidak memberi tahu orang tua maupun mertua saya. Kami memilih menghadapinya berdua saja. Saya takut mereka kepikiran mendengar saya operasi. Hanya kakak kandung suami saya beritahu, alhamdulillah dia memberikan dorongan semangat yang luar biasa untuk saya. Semoga kali ini jalan terbuka untuk kami, "ya Allah mudahkan dan lancarkan usaha kami".
Tibalah saatnya, tanggal 04 Nopember 2015. Berangkat pukul 13.00 WIB. Suami tampak tenang menyetir, menelusuri dan meresapi sudut-sudut jalan menuju Paris van Java. Hingga sebuah panggilan di hape suami saya berdering. Mama mertua saya menelepon dan sayalah yang mengangkatnya. Terdengar mama menangis, bicara seperti ada yang tertahan. Mama mengabarkan kalau mbah kakung suami saya meninggal. Telpon langsung ditutup, saya bilang ke suami apa yang sudah disampaikan mamanya, raut wajahnya seketika berubah tampak sedih. Pikiran saya jadi kacau.. "Duh gusti bagaimana ini", saya sedih juga bingung apa yang harus kami lakukan. Tetap berangkat atau putar haluan pulang ke Jawa Timur. Hingga akhirnya suami saya mengambil keputusan, tetap melaksanakan operasi, masalah pulang dipikirkan nanti saja, begitu selorohnya.
Perjalanan yang tinggal separuhpun menjadi hening, tanpa ada percakapan diantara saya dan suami. Suami saya larut dalam pikirannya sendiri. Entahlah, mungkin suami masih kepikiran berita duka yang baru saja diterima. Belum lagi macet yang membuat tambah stress. Akhirnya tibalah di rumah sakit. Setelah itu parkir trus sholat ashar, daftar ulang di bagian informasi dan daftar valet mobil untuk 2 hari, supaya bebas keluar masuk rumah sakit tanpa harus bayar parkir lagi.
Selanjutnya saya diarahkan untuk tes lab terlebih dahulu, dan disarankan room check in diatas jam 18.00 karena kalau check in sebelum jam tersebut dikenai biaya kamar full untuk 1 hari. Check lab: cek darah, ekg dan urin. Sempat menunggu lama karena belum ingin pipis, saya minum terus agar cepat ingin ke belakang. Waktu magrib pun datang. Setelah sholat magrib kira-kira pukul 18.10 menit saya ke bagian pendaftaran untuk room check in, Sebelum room check in ternyata harus deposit/ uang muka, saya deposit 10 juta. Lalu diantar ke atas ke lantai 3, sebelum diantar ke kamar saya menandatangi beberapa berkas administrasi. Ditangan saya dipasang tanda pengenal pasien (tertera nama saya, tanggal lahir dan dr. yang menangani saya). Suster memberi tahu kalau setiap kali ada suster yang akan memeriksa, memberikan tindakan atau mengantar makanan, saya harus menyebutkan tanggal lahir saya sebagai password. Kemudian saya diantar ke kamar. Kamar saya ruang 362 bed no.2. Setelah orientasi kamar selesai, saya ngobrol dengan suami. Kali ini saya jauh lebih tenang. Suami saya keluar sholat Isya, sedangkan saya sholat Isya di kamar.
Berikut rangkaian tindakan medis sebelum operasi LOD:
- Pukul 19.00 ada suster yang mengantar makan malam
- Pukul 20.00 ada suster datang untuk mengukur tensi darah, suster menyarankan saya untuk rileks agar tidak tegang supaya tensinya tidak naik.
- Pukul 23.00 perut saya dikuras, dimasukkan 2 botol cairan obat pencahar dari anus, hanya selang 1 menit saya langsung ingin buang air besar.
- Pukul 03.00 ada suster yang hendak membangunkan saya untuk bersiap siap tapi saya sudah bangun sendiri. Saya menyempatkan diri untuk qiyamul lail, kemudian membangunkan suami saya untuk bersiap siap juga sembari menunggu adzan Subuh.
- Pukul 03.30 suster datang lagi, saya ditensi ulang, tekanan saya turun karena tidak bisa tidur. Saya kembali disuruh tidur sebentar, tapi tetap saja tidak bisa tidur.
- Pukul 04.20 suster lain datang untuk mencukur rambut yang ada di sekitar perut dan vagina. Selanjutnya saya mandi, kemudian melepas perhiasan yang saya pakai.
- Pukul 05.00 ada suster yang memberikan injeksi tes alergi antibiotik. Suntikan ini sakit sekali, tangan kanan saya sampai sedikit bentol di area bekas suntikan tersebut.
- Pukul 05.30 ada suster datang dan menjemput saya untuk diantar ke ruang operasi.
Sebelum masuk ke ruang oprasi saya masuk ke ruang persiapan, disana saya dipakaikan pakaian operasi, di tensi lagi dan di pasang infus, suster nampak sedikit kesusahan mencari pembuluh darah saya karena saya gemuk, hahaha. Disentil-sentil berkali kali sampai kulit saya merah akhirnya ketemu juga. Setelah dipasang infus suami saya dipanggil untuk ganti pakaian juga.
Sebelum operasi saya masih sempat berbincang dengan suami saya. Saya sudah tenang, dan insyaallah siap menjalani semuanya. Selang beberapa saat dr.T datang, sambil bergurau "ngapain si gendut disini", sontak membuat saya tertawa. Ah dokter ini pandai sekali membuat pasiennya merasa nyaman. Di beberapa forum dr.T memang dikenal ramah dan humoris pokoknya bisa membuat pasien benar-benar nyaman. Akhirnya ada instruksi dari dokter anastesi sepertinya, sayapun dibawa ke ruang operasi. Disana saya tak henti-hentinya berdzikir semoga operasinya berjalan lancar. Lalu dokter anastesi mulai menyuntikkan obat diselang infus saya, dan GELAP. Saya tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya karena sudah tak sadarkan diri sementara saya belum melihat suami saya masuk keruang operasi.
|
Ilustrasi gambar proses laparoscopy, credit:www.serkanoral.com |
Menurut suami, setelah masuk ruang tindakan operasi, telah bersiap disana dokter bedah (dr. T sendiri), dokter anestesi dan beberapa asisten dokter. Dokter T dengan kedua tangannya memegang dua buah alat operasi, sedangkan dokter anestesi memegang alat camera. Alat operasi hanya sebesar pulpen. Masing-masing alat menempati lubang perut bagian bawah yang sebelumnya sudah dibuat. Sementara camera menempati lubang di bagian dekat pusar. Dengan konsentrasi sangat tinggi dokter T bekerja sangat hati-hati. Meski demikian, terlihat gerakannya yang sangat terampil dan ahli. Beberapa kali tangan kirinya melepas alat operasi kemudian mengezoom gambar di monitor. Saat dilepas alat operasi digantikan dipegang dokter anestesi. Tak kalah sigap beberapa asisten dokter bedah siap melaksanakan instruksi dokter T. Satu orang bertugas mengawasi monitor detak jantung dan tekanan darah, dua orang asisten mendampingi dokter bertugas menyiapkan alat-alat operasi dan mengelap keringat dokter, satu orang mensterilkan alat, dan satu orang asisten lagi entah apa tugas khususnya, yang pasti asisten terakhir ini yang paling sibuk, dari lari-lari mengambil barang/ alat yang dibutuhkan dokter, dokumentasi, geser-geser mesin/ monitor, pasang kabel, dll.
Masih menurut suami, dokter T dengan teliti memeriksa setiap organ sambil memberikan penjelasan nama organ, fungsi dan kondisinya saat diperiksa, baik atau buruk. Alat yang digunakan seperti penjepit di kedua sisi lubang. Semua baik, hanya beberapa bagian seperti tertutup selaput berwarna kuning. Kemudian alat sebelah kanan diganti dengan sebuah alat pencuci, seperti cairan destilat. Organ yang tertutup disemprot dengan cairan destilat tersebut, sehingga nampak jelas. Sampai disini tidak terlihat adanya kista atau keanehan lain. Hingga sampailah pada organ ovarium berwarna putih susu. Disini dokter mengamati agak lama, hampir satu menitan. Dibolak-balik, diteliti, agak diangkat, di zoom, kemudian dicapture. Alat penyemprot destilat tadi kemudian diganti dengan alat lain. Disini ovarium sedikit diangkat dengan penjepit dan di drill dengan alat baru dimasukkan di 6 titik. Kemudian pindah ke ovarium yang satunya lagi dengan perlakuan yang sama. Ketika di drill seperti keluar asap dan langsung kering. Alat drill diganti lagi dengan alat penyedot cairan. Semua cairan destilat, sedikit darah dan cairan dari bekas drill dibersihkan. Kemudian dokter memasukkan cairan berwarna biru melalui miss V. Teknik ini seperti HSG untuk mengetahui saluran tuba. Kembali cairan disedot bersih. Setelah capture sana sini, alat-alat operasi & camera dicabut. FINISH. Sampai disini suami diminta keluar ruang operasi, diikuti dokter T yang sudah melepas masker dan sarung tangan. Sementara luka bekas lubang dijahit oleh dokter anestesi.
Pukul 07.00 saya berangsur sadarkan diri. Mungkin karena efek obat bius tadi, saya meracau. Sedikit saya ingat saya sudah merasakan sakit di area sekitar perut sambil meracau keras. Untung yang keluar dari mulut saya adalah kalimat toyibah, coba kalo kata-kata kotor kan bisa malu didengar suster dan suami saya. Mungkin saya mengganggu suster dan proses operasi orang lain akhirnya saya diberi obat penenang untuk tidur sejenak. Setelah beberapa saat saya terbangun suami saya masih ada disamping saya, namun kali ini saya lebih tenang. Saya meminta suami untuk membacakan surat Al-Insyirah. Alhamdulillah saya sudah sadar dan tenang. Malah saya sempat meminta pada suami saya untuk diphoto sebagai dokumentasi. Beberapa saat kemudian suster datang dan menanyakan apakah saya sudah tidak kedinginan, saya bilang "tidak". Lalu suster melepas jaket thermal yang saya gunakan. Selang oksigen saya dilepas, dan saya kembali diantar ke ruang rawat. Saya masih setengah sadar, bangun, tidur bangun lagi begitu saja sampai beberapa kali. Yang saya rasakan sedikit nyeri dan rasa tidak nyaman di bagian perut. Tenyata memang tak nyaman sekali dipakaikan kateter. Hmm... tapi mau bagaimana lagi, ini harus. Datang 2 orang suster saya dipakaikan celana dalam dan pembalut melahirkan. Saya diberitahu untuk istirahat dan belajar miring kanan miring kiri. Karena agar usus saya cepat bekerja kembali. Kata suster karena tadi saya dibius total otomatis kerja lambung dan usus juga berhenti. Saya baru boleh makan kalau usus saya sudah kembali bekerja. Saya hanya boleh minum, disediakan teh manis dan air putih. Tiap satu jam sekali suster datang untuk mendengar bunyi usus saya, tapi selalu nihil. Suster bertanya sudah lapar saya jawab tidak sus karena memang belum lapar. Beberapa kali suster menyuntikan obat ke selang infus saya dan memasukkan anti nyeri.
Baru ketika akan masuk waktu magrib saya sudah boleh makan. Saya ditawari bubur sum2 dan havermout dan saya pilih bubur sum sum. Alhamdulillah hari ini terlewati, semoga esok kondisi saya membaik dan bisa pulang. Suami saya begitu setia menemani, menyuapi makanan memberi minum dll.
Tiba juga hari ini, semoga bisa cepat pulang. Hampir sama seperti kemarin suster masih bolak balik datang ke bilik saya untuk memberikan antibiotik dan anti nyeri, antar makanan, periksa tensi, menyeka, dan ganti pakaian. Sekitar pukul 08.00 suster melepas infus dan kateter, saya disarankan belajar duduk tegap dan belajar jalan perlahan, saya sudah jalan ke toilet sendiri, mencoba keliling bilik yang saya tempati. Kata suster saya bisa pulang setelah visit dokter. Alhamdulillah pukul 10.00 dr. T datang dan memeriksa keadaan saya, saya diberi tahu hari ini sudah boleh pulang dan minggu depan harus check up post operasi untuk lepas jahitan, "ah senangnya".
Suami saya langsung menyelesaikan sisa pembayaran lalu mengemasi barang- barang kami. Selesai berkemas, saya ditinggal sholat Jumat oleh suami saya, saya memilih tiduran sesaat kemudian suster datang mengantar jatah makan siang, hihihi saya mulai lahap makan. Selesai suami sholat Jumat kamipun pulang, sesaat sebelum pulang tanda pengenal pasien digunting dan saya dibekali antibiotik oral (Lapicef 500 mg) yang harus dihabiskan, anti nyeri (analtram), 3 buah Pronalges ketoprofen (pain killer via dubur) yang digunakan kalau sakit tak tertahankan dan 3 pcs opsite (plester luka operasi anti air) lengkap dengan 1 botol betadine untuk dibawa saat kontrol post operasi.
- Total biaya laparoskopi (laboratorium, perawatan, biaya kamar, tindakan operasi, dan obat-obatan): Rp. 27.991.000,-
Review khusus untuk RSIA LIMIJATI Bandung:
- Fasilitas lengkap, bersih, ruang periksa dan ruang rawat nyaman, kamar mandinya juga bersih.
- Serba online, jadi pasien bisa dengan mudah melakukan pendaftaran via line telpon, sampai dirumah sakit tinggal gesek kartu pasien untuk menemukan reservasi via telpon sebelumnya. saya merasa, terbantu sekali dengan fasilitas ini.
- Tim medis dan perawatnya ramah-ramah, khusus untuk perawatnya tidak ada yang bermuka masam, semua perawat sigap, cepat dan cermat dalam membatu pasien rawat inap. Beberapa kali saya minta bantuan perawat untuk dibantu tayamum karena suami saya masih keluar makan, perawatnya dengan senang hati membatu saya.
- Walaupun masih terhitung rumah sakit Kristen (ada Bible / Alkitab di laci ruang rawat), namun musholla hampir ditiap pojok rumah sakit ada, bersih dan nyaman pula. Perawatnya juga banyak yang berjilbab, toleransi beragama di rumah sakit ini terasa sekali.
- Pernah saat suster datang untuk memberikan anti nyeri, ada nyamuk di bilik saya (cuma satu) susternya susah payah nangkap nyamuknya. Spontan saya bilang "gak papa sus cuma satu ini", susternya jawab "bukan begitu bu, ibu kan kondisinya sedang lemah ditakutkan nyamuknya malah jadi agen penyakit, nanti kalo ada nyamuk lagi langsung kasi tahu saya ya". wew.. satu menit kemudian cleaning service datang menyemprotkan obat nyamuk.