Setelah terakhir konsultasi ke dr S dan kami dirujuk ke dr. T, saya berusaha mengumpulkan sisa sisa semangat untuk terus ikhtiar mendapatkan keturunan. Lagi-lagi karena suami yang masih sangat sibuk mengurus project, tak baik rasanya saya mengganggu dengan masalah sebesar ini. Saya berusaha sabar, meyakinkan diri kalau semua ada saatnya. Yang terpenting adalah antara saya dan suami sudah ada kesepakatan, Insyaallah kami akan mengusahakan yang terbaik untuk mendapatkan keturunan. Hari kembali seperti biasa, sambil jualan bantal mobil online saya mencoba mempraktekkan tips tips hamil melalui natural conception. Mulai dari hidup sehat, posisi berhubungan, konsumsi seafood untuk suami dll. Namun lagi-lagi hasilnya masih nihil.
Singkat cerita, pergilah saya ke Bandung ke RSIA Limijati. Berbekal hasil tes yang pernah saya dan suami lakukan, mulai dari hasil analisa sperma sampai photo HSG. Setelah melengkapi dokumen di Customer service saya diarahkan ke ruang praktek dr T. Waaah..antriannya sudah panjang ternyata, praktek dokternya juga sudah mulai. Sepertinya saya dapat antrian terakhir. Berusaha untuk tidak cemas, namun perasaan takut tak bisa saya tutupi, suami saya berusaha menenangkan. Sambil beberapa kali berkata "tenang saja", perasaan takut dan gundah hilang ketika melihat tatapan teduh wajahnya (cieeeee, suit..suwiwit). Akhirnya tiba giliran saya dipanggil suster, semua hasil test saya serahkan ke suster untuk diserahkan ke dokter T. Saya masuk dengan perasaan deg degan, saya dan suami dipersilahkan duduk. Dokter membuka buka hasil test laboratorium saya, kemudian bertanya, "Sudah menikah berapa tahun?", pertanyaan standart dari dr. T
"Sudah hampir 6 tahun dok," jawab saya.
"Kunaon teh belum hamil?" seloroh dr. T mencairkan suasana.
Saya cuma nyengir kuda. Pertanyaan dokter ditimpali suami saya, "Teu tiasa nyarios Sunda dok."
"Asli mana?" dokter tanya lagi.
Dijawab suami saya kalau dia orang Jawa dan saya orang Bali.
"Yuk di periksa dulu," kata dokternya.
Saya diarahkan suster menuju pojok ruangan yang disekat tirai dengan ruangan konsultasi. Pemeriksaanpun dimulai. Sebelumnya saya dibantu suster untuk teknis persiapan sebelum USG trans V. Tak butuh waktu lama, dokter bilang.. "Ini mah PCOS berat". Mak deg, bagaikan disambar petir sudah PCOS pakai kata berat lagi. Ya Allah ujian apalagi yang engkau berikan pada kami. Setelah selesai USG Trans V saya duduk kembali disebelah suami saya yang sedang bicara dengan dokter. Lidah saya kelu, saya hanya mampu bicara. "Bisa sembuh dok"?, "Bisa," kata dokter. sangking kagetnya, dari ruang USG trans V saya lupa memakai sepatu saya kembali, hingga dibawakan suster untuk saya pakai kembali.
Pembicaraanpun berlanjut hanya antara dokter dan suami saya. Seketika perasaan takut menyergap. Ya Allah kuatkan saya. Kata dokter ada dua opsi penanganan PCOS ini, yang pertama melalui pemberian obat dan yang kedua melalui operasi. Mendengar kata operasi jantung saya semakin berdegup kencang, pandangan mata agak blur. Kepala sudah penuh dengan bayangan dan pikiran antara cemas, bingung, dan gambaran orang sakit tergeletak tak berdaya.
"Menurut dokter mana yang lebih sesuai untuk kami dok?" suara suami pun memecah lamunan saya.
"Melalui pemberian obat memang butuh waktu agak lama, sekitar 5 sampai 6 bulan. Itupun harus disertai olah raga aktif. Ya menurut saya lebih cocok kalau langsung dioperasi saja, karena ini sudah enam tahun. Dengan operasi akan sangat lebih mudah penanganannya. Disitu nanti akan kita perbaiki organ-organ reproduksinya, dilihat ovarium, tuba dan rahimnya. Terus nanti akan sedikit dilubangi ovariumnya beberapa titik untuk membantu sel telur agar bisa ovulasi," jelas dr. T panjang lebar kali tinggi.
"Oooo gitu dok ya. Kalau untuk teknis tindakan operasinya bisa digambarkan dok?, ujar suami.
"Ya nanti bikin janji aja dulu mau kapan operasinya. Nanti nginap disini satu atau dua hari. Untuk teknisnya, kita pake laparoscopy. Nanti dibius total, terus di perutnya dibuat tiga titik lubang kecil untuk alat operasi dan kamera. Nanti disitu semua akan kelihatan. Gimana operasi saja? Saya besok ada bayi tabung. Kalau mau sekalian aja besok." jelas pak dokter.
"Baiklah dok, nanti akan kami pertimbangkan dan pikirkan terlebih dahulu. Kalau besok langsung operasi mungkin belum dok, kami pikirkan dululah ya." jawab suami.
Suami saya juga sempat menyinggung hasil analisis sperma, mengingat tesnya sudah dilakukan sudah sangat lama. Dokter bilang tak masalah, karena hasilnya bagus dan hasil analisis yang bagus cenderung tidak mengalami perubahan selanjutnya. Saya memilih untuk percaya apa kata dokter saja. Dokter menjelaskan bahwa operasi yang akan dilakukan ini menghancurkan 40% folikel ovarium dikanan dan kiri, tujuannya agar 60% folikel sisanya bisa menghasilkan telur yang sehat dan siap dibuahi. Dikatakan pula bahwa dengan menjalani laparoskopi masalah yang mungkin tidak bisa dilihat dengan USG bisa terlihat saat menjalani laparoskopi misalnya ditemukan kista hitam dll.
"Oke. Ini tidak saya kasih obat ya. Nanti bapak sama ibu daftar aja dulu, tanya administrasinya gimana. Mo jadi apa tidak nanti bapak ibu yang memutuskan. Kalau jadi ini saya kasih pengantar cek lab, nanti dibawa sebelum operasi," ujar pak dokter.
"Baik dok, terimakasih," pungkas suami saya.
Setelah basa-basi dengan suster menanyakan teknis membuat appointment dan lain-lain, saya menuju front office untuk menanyakan biaya administrasi tindakan laporoscopy. Bayangan saya ya mungkin besarannya tidak jauh dari operasi caesar di rumah sakit daerah yang sering saya dengar dari forum rumpi tetangga. Saya dan suami pun dipersilahkan duduk di kursi yang cukup empuk, di depan kami tersungging senyum lebar customer service. Setelah mengetahui maksud dan tujuan saya, si CS masih dengan senyumnya menyodorkan leaflet beberapa pilihan kamar dan total biaya untuk laparoscopy. Gambar angka disitu cukup membuat mulut ternganga. Ya maklumlah, baru kali ini berobat sampai seperti ini. Kelas ekonomi mencapai 26 sd 28 juta. Itu yang kami pilih. Sementara VIP terpampang nyata angka diatas 40an juta.
- Biaya konsultasi dan USG trans V : Rp. 300.000,-
Tanda - tanda PCOS memang sudah lama saya rasakan, antara lain:
- Berbulu, bulu di tubuh saya sangat banyak. wajah, kaki, tangan, gurat kumis mirip Iis Dahlia
- Siklus haid yang panjang, setelah menikah haid saya termasuk lancar hanya saja suka mudur lama. mungkin ini salah satu penyebab saya tidak pernah di vonis pcos oleh obgyn sebelumnya.
- Saya obesitas, dengan karakter penumpukan lemak di area perut kanan kiri dekat pinggul dan dekat ketiak (arm pit).
- Saya punya genetis Diabetes dari mamak saya
- wanita PCOS, cenderung memiliki libido yang tinggi (ini sempat di singgung dr. T juga, sontak membuat saya malu)
Diperjalanan pulang perasaan saya semakin gelisah, entah operasi apa yang akan saya jalani nanti...
TO BE CONTINUED
(klik disini)
Sekilas info tentang PCOS
(klik disini)